Rabu, April 30, 2014

GEOPOLITIK, PERMASALAHAN, PERBATASAN, DAN PERIJINAN dI INDONESIA

Nama : Setianto Widodo
NPM : 36111704
 

Geopolitik Indonesia



Geopolitik secara etimologi berasal dari kata geo (bahasa Yunani) yang berarti bumi yang menjadi wilayah hidup. Sedangkan politik dari kata polis yang berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri atau negara; dan teia yang berarti urusan (politik) bermakna kepentingan umum warga negara suatu bangsa (Sunarso,2006: 195).
Geopolitik adalah suatu studi yang mengkaji masalah-masalah geografi, sejarah dan ilmu sosial, dengan merujuk kepada politik internasional. Geopolitik mengkaji makna strategis dan politis suatu wilayah geografi, yang mencakup lokasi, luas serta sumber daya alam wilayah tersebut. Geopolitik mempunyai 4 unsur yang pembangun, yaitu keadaan geografis, politik dan strategi, hubungan timbal balik antara geografi dan politik, serta unsur kebijaksanaan. Negara tidak akan pernah mencapai persamaan yang sempurna dalam segala hal. Keadaan suatu negara akan selalu sejalan dengan kondisi dari kawasan geografis yang mereka tempati. Hal yang paling utama mempengaruhi keadaan suatu negara adalah kawasan yang berada di sekitar negara itu sendiri, atau dengan kata lain, negara-negara di sekitarnya / negara tetangga merupakan pengaruh yang paling besar. Perintis aliran geopolitik ialah Frederich Ratzel, yang menyatakandalam bukunya “Political Geography” (1897) bahwa negara merupakan organisme yang hidup dan supaya dapat hidup subur dan kuat maka memerlukan ruangan untuk hidup, dalam bahasa Jerman disebut Lebensraum.
            Geopolitik Indonesia sebagai fenomena atau gejala sosial harus dilihat sebagai gejala dinamis, yang selalu mengusahakan persatuan dan kesatuan. Persatuan merupakan suatu proses, yaitu usaha ke arah berastu untuk menjadikan keseluruhan kea rah satu kesatuan yang tidak terpisahkan, atau dengan istilah lain sifat-sifat dan keadaan yang sesuai dengan hakikat satu, yaitu mutlak tidak dapat terbagi dan terpisahkan dari yang lain. Dan sebagai gejala sosial yang dinamis, geopolitik harus selalu berkembang terus yang konsisten dan relevan, dengan berlandaskan konsepsi dasar dan konsepsi pelaksana geopolitik Indonesia.
            Bangsa Indenesia membutuhkan suatu konsep geopolitik khusus untuk menyiasati keadaan / kondisi Negara Indonesia, yang terdiri dari ribuan pulau dan sepanjang 3,5 Juta Mil. Konsep geopolitik itu adalah Wawasan Nusantara. Berbeda dengan pemahaman geopolitik negara lain yang cenderung mengarah kepada tujuan ekspansi wilayah, konsep geopolitik Indonesia, atau wawasan Nusantara justru bertujuan untuk mempertahankan wilayah. Sebagai negara kepulauan yang luas, Bangsa Indonesia
 beranggapan bahwa laut yang dimilikinya merupakan sarana “penghubung” pulau, bukan “pemisah”.
Sehingga, walaupun terpisah-pisah, bangsa Indonesia tetap menganggap negaranya sebagai satu kesatuan utuh yang terdiri dari “tanah” dan “air”, sehingga lazim disebut sebagai “tanah air”. 
Tujuan dari Wawasan Nusantara dibagi menjadi dua tujuan, yaitu tujuan nasional dan tujuan ke dalam. Tujuan nasional dapat dilihat dalam Pembukaan UUD ‟45. Pada UUD ‟45 dijelaskan bahwa tujuan kemerdekaan Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Sedangkan tujuan yang kedua, yaitu tujuan ke dalam, artinya mewujudkan kesatuan segenap aspek kehidupan baik alamiah maupun sosial. Maka dapat disimpulkan bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah menjunjung tinggi kepentingan nasional, serta kepentingan kawasan untuk  menyelenggarakan dan membina kesejahteraan, kedamaian dan budi luhur serta martabat manusia di seluruh dunia.
            Untuk mencapai tujuan tersebut, fungsi wawasan Indonesia dirumuskan  untuk menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran, paham, semangat kebangsaan Indonesia. Serta memupuk rasa cinta tanah air sehingga sadar akan hak dan kewajiban sabagai warga negara yang hidup bersama dalam suatu bangsa yang multicultural dan plural.
Secara umum wawasan nasional berarti cara pandang suatu bangsa tentang diri dan lingkungannya yang dijabarkan dari dasar falsafah dan sejarah bangsa itu sesuai dengan posisi dan kondisi geografi negaranya untuk mencapai tujuan atau cita-cita nasionalnya. Sedangkan wawasan nusantara memiliki arti cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta sesuai dengan geografi wilayah nusantara yang menjiwai kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan dan cita-cita nasionalnya.
A.     Pembahasan
 Indonesia, sebagai sebuah negara kepulauan yang amat luas, memiliki berbagai masalah berkaitan dengan kondisinya itu. Beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah teritorial ini antara lain, dasar geografi, demografi, serta kondisi sosial masyarakat dengan negara tetangga.
Malaysia dan Indonesia adalah dua negara tetangga yang sangat dekat, bukan hanya dari segi letak geografis tetapi dari segi budaya dan asal-usul bangsanya. Akan tetapi, walau serumpun dengan bahasa yang mirip, hubungan kedua negara tidak bisa dikatakan selalu rukun dan manis. Sejarah kedua bangsa pernah dihiasi tinta hitam peperangan, yang dikenal dengan Konfrontasi Malaysia Indonesia pada tahun 1962-1965. Beberapa kasus sengketa perbatasan wilayah pun pernah terjadi antara keduanya. Baik itu yang dimenangkan oleh Indonesia ataupun oleh Malaysia. Berikut adalah beberapa kasus perselisihan antara Indonesia dan Malaysia terkait geopolitik.
Terjadinya persengketaan Pulau Sipadan dan Ligitan antara Indonesia dan Malaysia dikarenakan Malaysia menganggap Sipadan dan Ligitan itu adalah milik Malaysia. Asal muasalnya adalah Pulau Sipadan dan Ligitan tersebut dibagi lewat perjanjian konvensi pada tahun 1891 yaitu antara negara Belanda dan Inggris. Namun disini Inggris lah yang pada akhirnya melakukan eksploitasi terhadap Sipadan dan Ligitan dengan membangun aktivitas penangkaran penyu dan ekspoitasi sumber daya alam serta membangun resort pada tahun 1988. Seiring dengan dimerdekakannya Malaysia, apa yang dimiliki oleh Inggris dianggap oleh Malaysia sebagai milik Malaysia. Karena Inggris memberikan daerah penjajahanya kepada pemerintahan Malaysia sebagai hadiah untuk kemerdekaannya. Malaysia berasumsi bahwa apa yang telah Inggris berikan adalah miliknya, dan Malaysia pun melanjutkan penangkaran penyu, sumber daya alam, dan membangun resort pada tahun 1988. Namun hal ini ternyata menimbulkan kontroversi antara pihak Malaysia dan Indonesia. Indonesia mengklaim bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan merupakan daerah kedaulatan Indonesia, bukan milik Malaysia. Secara ekonomis, Malaysia yang telah melakukan pembangunan di kedua pulau tersebut menganggap bahwa hak untuk memiliki Pulau Sipadan dan Ligitan adalah hak Malaysia. Terjadilah perebutan wilayah yang merupakan salah satu aspek geopolitik antara kedua negara yang tidak ingin wilayahnya diambil oleh negara lain.
Permasalahan ini pun tidak bisa diselesaikan oleh kedua belah pihak sehingga sengketa kedua pulau ini dibawa ke Mahkamah Internasional. Di mahkamah internasional, kedua pihak baik Indonesia maupun Malaysia melakukan berbagai usaha persuasif dan meyakinkan mahkamah internasional bahwa mereka berhak untuk memiliki kedua pulau tersebut.
Indonesia dan Malaysia memasukan Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi wilayah kedua negara tersebut. Kemudian Indonesia dan Malaysia menyepakati bahwa masalah perebutan Pulau Sipadan dan Ligitan dibawa dalam keadaan setatus quo. Namun disini terjadimasalah baru, Indonesia dan Malaysia mengartikan berbeda. Malaysia malah mengartikan bahwa status quo adalah masih dibawah Malaysia, dan Malaysia pun malah membangun resor parawisata yang dikelola oleh pihak swasta Malaysia sampai masalah ini selesai. Disini pula Malaysia memasukan pulau Sipadan dan Ligitan itu kedalam peta nasionalnya pada tahun 1969. Disini berbeda halnya dengan Indonesia. Dalam status quo ini, Indonesia salah mengartikan. Disini malah Indonesia mengira kedua pulau Sipadan dan Ligitan tidak boleh ditempati, dan tidak boleh diduduki sampai masalah tersebut selesai.
Pada tanggal 3-12 Juni 2002 Indonesia menyelesaiakan persidangan anatara Indonesia dan Malaysia yang digelar di Mahkamah Internsional (International Court Justice), di Den Haag, Belanda. Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi masalah penting bagi Indonesia dan Malaysia. Konflik mencuat pada tahun 1969 ketiaka Indonesia dan Malaysia membahas permasalahan perbedaan penafsiran yakni perjanjian yang dibuat pada tahun 1891 yang dibuat oleh dua kolonialis. Dimaman Inggris dan Belanda membagi Kalimantan.
           Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda dari delagasi Indonesia menunding bahwa Malaysia telah melakukan kesalahan dimana Malaysia melakukan aktivitas di Pulau Sipadan dan Ligitan. Kesepakatan yang dibuat oleh kedua Negara Indonesia dan Malaysia bahwa tidak ada aktivitas yang dilakukan di pulau itu karena masih dalam sengketa. Angkatan laut Malaysia datang untuk mengamankan Pulau tersebut, akan tetapi angkatan laut bukan saja menjaga Pulau Sipadan dan Ligitan. Tetapi membangun penangkaran penyu dan tempat parawista. Indonesia mengkalim bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan layak masuk kedalam peta kedaulatan Indonesia. Namun disini Mahkamah Internasional cenderung memenangkan Negara yang lebih dahulu melakukan aktivitas di atas sebuah kekuasaan. Disini Malaysia melakukan aktivitas terlebih dahulu.
Pada tahun 1969 Indonesia dan Malaysia melakukan kesepakatan bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan adalah pulau yang masih sengketa. Dan kedua Negara tersebut mengetahui bahwa pulau yang menjadi sengketa tidak boleh dikenai aktivitas oleh kedua Negara. Namun kenyataanya pada tahun 1988 Malaysia melakukan aktivitasnya di Pulau Sipadan dan Ligitan. Indonesia berargument bahwa pulau yang menjadi sengketa tidak boleh dikenai aktivitas. Namun disini Malaysia banyak melakukan aktivitas di Pulau Sipadan dan Ligitan. Dan itu yang menjadi argument Indonesia untuk mendapatkan Pulau Sipadan dan Ligitan. Namun pihak Malaysia tidak mau kalah, Malaysia juga mengajukan argument. Yaitu argument rantai kepemilikan. Dimana Malaysia menerima kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan berdasarkan chain of title (rantai kepemilikan), dan melakukan perjanjian pada Sultan Sulu dengan Spanyol tentang kedua pulau tersebut. Melihat perdebatan tersebut Mahkamah Internasional melakukan penyelidikan atas kasus sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan ini baik secara historis maupun sacara geografis.
Pada abad ke 19 Pulau Sipadan dan Ligitan adalah perebutan Inggris dan Belanda. Karena menurut Belanda Pulau Sipadan dan Ligitan masih termasuk diwilayah jajahan yang dibuat pada tahun 1824. Sebaliknya dengan Inggris bahwa pulau Sipadan dan Ligitan masih dalam wilayah jajahan Inggris. Pertikaian antara Inggris dan Belanda terjadi sampai pada tahun 1891. Dan pada akhirnya kedua Negara tersebut membuat kesepakatan menentukan wilayah antara borneo Inggris dan borneo Belanda. Perundingan antara Inggris dan Belanda pun akhirnya menetapkan Sipadan dan Ligitan adalah garis perbatasan, dan pihak Belanda tidak lagi mempersoalkan masalah tersebut. Maka dari perundingan itu jelaslah bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi milik Inggris. Disini Indonesia berpegang pada perjanjian Inggris dan Belanda yang berisi tentang pembagian wilayah Kalimantan. Yaitu utara milik Inggris sedangkan selatan milik Belanda. Pada bagian timur, yang ditarik menjadi dua bagian di Pulau Sibatik, Belanda menempatkan Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi bagian dari wilayah Belanda. Karena Belanda pernah menjajah Indonesia, dan Inggris pernah menjajah Malaysia. Jadi dikedua Negara menyepakati pernanjian atas kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan.
Pada tahun 1954 borneo menjadi koloni Inggris. Inggris mengumumkan bahwa dari pangkal garis lurus ujung Pulau Sibatik serta Pulau Sipadan dan Ligitan adalah milik Inggris. Borneo pun menjadi bagian dari Malaysia. Pada tahun 1963 Malaysia mengumumkan bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan termasuk wilayah Malaysia karena wilayah tersebut telah menjadi wilayah pelantar laut baru yang berdasarkan pada perjanjian- perjanjian undang- undang padda tahun 1963. Disinilah pihak Malaysia mengklaim bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan merupakan dari wilayah Malaysia.
Pada kasus sengketa antara Indonesia dan Malaysia. Kasus ini dibawa ke Dewan Tinggi ASEAN. Yakni guna untuk menyelesaikan perselisihan antara Indonesia dan Malaysia. Disini Malaysia menolak bantuan dari Dewan Tinggi Asean karena Malaysia beranggapan bahwa terlibat sengketa pada Singapore untuk klaim pulau batu puteh. Kemudian Indonesia mengambil sikap, bahwa masalah ini harus diselesaikan pada Dewan Tinggi ASEAN. Pada tahun 1998 kasus sengketa anatara kedua Pulau Sipadan dan Ligitan dibawa ke ICJ (International Court of Justice). Pada tanggal 17 Desember 2002 ICJ mengeluarkan hasil sengketa yang merebutkan kedua pulau tersebut. Dan hasil yang di keluarkan oleh ICJ kasus sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan hasilnya yang digunakan adalah hasil voting. Hasil yang di dapat dari voting adalah Malaysia menang. Karena pihak Malaysia lebih dahulu melakukan aktivitas diwilayah sengketa. Padahal dalam perjanjian antara Indonesia dan Malaysia dalam status quo tidak ada yang melakukan kegiatan dipulau sengketa. Pihak Malaysia mengirim tentaranya ke Pulau yang bersengketa, namun selain mengirim tentara, Malaysia malah membuat tempat kegiatan pariwisata.   
Disini pihak Indonesia kecewa pada pikah Malaysia karena tidak konsisten pada perjanjian tersebut. Permasalahn ini dibawa ke Mahkamah Internasionla, dan hasilnya pihak Malaysia yang menang, karena siapa yang lebih dahulu melakukan aktivitas pulau tersebut maka, pihak tersebut yang menang. Selain itu, Indonesia tidak memiliki peta Pulau Sipadan dan Ligitan, maka ditetapkanlah, Malaysia yang yeng berhak mendapatkan Pulau Sipadan dan Ligitan. Jadi akhirnya Malaysia mendapatkan Pulau Sipaddan dan Ligitan sebagai aset negaranya. Dengan slogan Ganyang Malaysia. Pada saat itu, diplomatic dalam keadaan krisis di kedua Negara Indonesia dan Malaysia. Lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan ini adalah hasil dari kegagalan diplomasi Indonesia.
Kasus Pulau Sipadan dan Ligitan yang direbutkan Indonesia dan Malaysia malaui jalur hukum. Prosenya berjalananya dengan baik. Penyelesaian yang dilakukan oleh Mahkamah Internasional pun, merupakan keberhasilan diplomasi dari pihak Indonesia dan Malaysia. Karena pihak Malaysia dan Indonesia mempercayakan sepenuhnya masalah ini ke Mahkamah Internasional. Cara ini pun memberikan dampak yang begitu besar bagi pihak Asia Tenggara. Dapat dilihat bahwa cara diplomasi ini berjalan dengan baik, yang menyerahkan masalah ini ke pihak Mahkamah Internasional dan mempercayai sepeunuhnya oleh pihak Mahkamah apa pun hasil yang didapat oleh pihak Indonesia ataupun Malaysia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar